Tanggal 17 Agustus ketika orang memperingati hari lahirnya
Era itu merupakan sebuah fase yang di kemudian hari saya tersadar tidak sepenuhnya benar tapi juga tidak seluruhnya salah. Ketika saya tengok gugusan pulau yang menjadi bagian republik ini, maka nyatalah bayangan luasnya wilayah negri ini, ketika saya teringat sebuah bait lagu “nenek moyangku seorang pelaut” maka nyatalah bayangan saya tentang laut Indonesia dan sebutan negri bahari, ketika saya ingat sejarah bahwa dulu Indonesia merupakan macan Asia, maka nyatalah bayangan saya akan kebesaran bangsa ini. Intinya banyak sekali rasa bangga yang tumbuh dalam dada akan bangsa ini, akan tanah air ini, kecintaan seorang anak negri terhadap tanah kelahirannya.
Tapi seiring berjalannya waktu, lambat laun gambaran itu mulai hilang, meski tidak musnah sama sekali. Saya berpikir mungkinkah kemampuan saya untuk membayangkan sudah agak berkurang. Mungkinkah bahwa saya dulu terlalu asyik dengan dunia imajinasi saya dan terlempar jauh dari kenyataan. Atau benturan dengan kenyataan membuat saya tidak lagi bisa bermain dengan imajinasi Merah Putih ketika SD dulu. Kenyataan bahwa sebenarnya masih banyak kekurangan di
Sekedar menengok ke belakang, bangsa ini pernah mengalami masa pendudukan kaum asing dalam penjajahan dengan kurun waktu yang tidak bisa dibilang sebentar, sejarah mencatat sekitar 3,5 abad dalam masa pendudukan Belanda, di susul Jepang. Maka perlukah kurun waktu yang sama (3.5 abad) untuk mengejar ketertinggalan dengan bangsa / negara lain, katakanlah tetangga dekat di seberang
Saya teringat seorang pelukis bernama Dede Eri Supriya yang pernah membuat lukisan berjudul “Yang Menindas dan Yang Tertindas”. Pada lukisannya tersebut tertuang sebuah suasana orang yang menggencet wajah orang lain dibawahnya, begitu bertumpuknya figur orang yang menggencet dan tergencet itu sehingga ekspresi wajah terlihat sangat tersiksa, tapi anehnya baik figur yang menggencet dan tergencet itu adalah figur yang sama. Ini menjadi semacam refleksi bagi saya akan keadaan
Negara dan bangsa menjadi sesuatu yang perlu direnungkan kembali maknanya. Mungkin bukan sekedar sekumpulan orang, mungkin juga bukan sekedar institusi birokrasi, mungkn tidak juga sekadar segugusan pulau, mungkin bukan lagi sekedar simbol – simbol kenegaraan semata. Mungkin seharusnya seperti bayangan saya waktu SD dulu, imaji merah putihku. Agar almarhum W.R Supratman dari “