Kamis, 02 Juli 2009

dua kata


“Belum dan sudah”, cukup sering saya mendengar kata-kata ini. Setiap kali terlibat dengan perbincangan dengan siapapun. Efek dari dua kata tersebut terhadap psikis seseorang ternyata cukup beragam tergantung kata ikutan yang berada di belakangnya. Juga tergantung seberapa hebat seseorang mampu mengendalikan diri. Beberapa efek yang bisa terjadi, kebanyakan juga terdiri dari tautan dua kata yang seringkali bertolak belakang, sedih senang, susah gembira, dan lain-lain, meskipun ada juga yang tidak berefek apa-apa atau biasa saja, kembali kepada seberapa hebat seseorang mengendalikan dirinya

Saya mengambil sepenggal kalimat “kamu sudah selesai sedang aku belum selesai”, maka andaikata penggalan kalimat ini terjadi dalam sebuah suasana ujian dimana waktu pengerjaan soal tinggal hitungan menit, saya membayangkan efek apa saja yang akan menghinggapi para peserta ujian tersebut. Bagi yang sudah selesai tentu saja akan lega, dan bagi yang belum kemungkinan akan panik

Dua kata tersebut ternyata mempunyai efek lain ketika saya mengambil semacam kata kunci yaitu “waktu”, lalu saya dapati bahwa saya tergolong masih banyak berada pada level kata “belum”, saya tidak tahu apakah ini hanya sekedar perasaan yang muncul saat saya bertemu dengan teman lama, yaitu teman masa SMP. Meskipun pertemuan hanya sebatas facebook, tapi alangkah banyak pencapaian yang “sudah” didapat oleh teman saya itu, level “sudah” yang ada pada teman saya itu antara lain, sudah menikah, sudah punya anak, sudah punya rumah, padahal rasanya baru kemarin ternyata waktu berbilang 10 tahun lebih. Jujur saya menjadi bertanya dalam hati, apa yang terjadi dengan saya sehingga sampai saat ini masih juga berada pada level kata “belum”.

Suatu ketika saya menonton sebuah film animasi berjudul Kung Fu Panda, ada sebuah adegan yang cukup membuat saya sedikit terhibur, yaitu adegan di bawah pohon persik saat tokoh Master Shifu dan tokoh Master Oogway berdebat mengenai tokoh Po ( Panda yang dipilih Oogway sebagai Dragon Warrior untuk menghadapi Tai Lung ). Master Shifu ngotot bahwa Po bukanlah Dragon Warrior dan tak akan pernah menjadi Dragon Warrior, kemudian dengan ringan Master Oogway menjawab sambil menunjuk pada pohon persik “lihatlah pohon ini, aku tak bisa membuatnya mengembang sesuai keinginanku, tak juga bisa membuatnya berbuah sebelum waktunya…..”. Meskipun begitu Master Shifu masih membantah “tapi ada beberapa hal yang bisa kita kuasai, aku bisa menguasainya ketika buah hendak jatuh, dan aku bisa mengatur di mana menebar benih..”. Kemudian dijawab Master Oogway “ya, tapi apapun yang kau lakukan benih itu akan tumbuh menjadi pohon persik, kau mungkin mengharapkan apel atau jeruk, tetap saja persik…”.

Yang dapat saya ambil dari percakapan itu ialah adalah kata- kata Master Oogway yaitu: jika “belum waktunya” maka sesuatu itu tidak akan sampai pada saya. Setidaknya cukuplah untuk sementara hal ini mendamaikan hati. Saya juga tidak pernah tahu kapankah “waktu” itu akan tiba, sebab yang bisa dilakukan hanyalah sebatas menduga atau belajar meyakini. Memang hal itu adalah sebuah pertempuran batin yang tak kunjung selesai dan seringkali melelahkan.

Hingga pada saat saya berjalan – jalan ke sebuah toko buku, bukan untuk membeli buku hanya sekedar membaca beberapa buku yang menarik menurut saya. Kemudian tangan saya meraih sebuah buku semacam catatan – catatan dari seorang tokoh –kalau tidak salah- pangeran dari Mataram yang memilih hidup sebagai petani. Ki Ageng Suryomentaraman namanya.

Bahasan dalam buku itu tak lain adalah buah pikir sang pangeran. Salah satu yang cukup menarik untuk disimak adalah, bahwa dalam mengarungi hidup, manusia selalu mengalami susah dan senang. Andaikata seseorang berpendapat bahwa ia akan senang jika “sudah” menjadi seperti apa yang diharapkannya dan akan dilanda sedih jika “belum” menjadi apa yang diharapknnya, maka sang pangeran justru berpendapat lain, bahwa keadaan suasana hati akan senang sebentar saja lalu setelah itu akan susah lagi. Karena hampir bisa dipastikan ketika seseorang “sudah” mencapai apa yang ia harapkan, maka akan muncul lagi keinginan dari sebuah harapan baru yang terkadang membuat seseorang harus segera berlari cepat mewujudkannya. Kira-kira begitulah ritme hidup, saya sekali lagi tertegun akan pencapaian yang “sudah” diraih kawan-kawan, saudara-saudaraku. Terimakasih Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar